Minggu, 01 April 2012

ANALISIS KONTRASTIF

1. PENGERTIAN
Analisis kontrastif atau Analisis kontrastif adalah kegiatan memperbandingkan struktur B1 dan B2 untuk mengidentifikasi perbedaan kedua bahasa  itu.[1] Hambatan terbesar dalam proses menguasai bahasa  kedua (B2) adalah tercampurnya sistem bahasa  pertama (B1) dengan sistem B2. Analisis kontrastif  mencoba menjembatani kesulitan tersebut dengan mengkontraskan kedua sistem bahasa  tersebut untuk meramalkan kesulitan-kesulitan yang terjadi.

2. ACUAN TEORI
Analisis kontrastif sering dipersamakan dengan istilah linguistic kontrastif. Linguistik kontrastif adalah suatu cabang ilmu bahasa  yang tugasnya membandingkan secara sinkronis dua bahasa  sedemikian rupa sehingga kemiripan dan perbedaan kedua bahasa  itu bisa dilihat.[2]Penetapan analisis kontrastif dalam pengajaran bahasa  didasarkan pada asumsi teoritis bahwa :
a.       Materi pengajaran bahasa  yang paling efektif adalah materi yang didasarkan pada deskripsi bahasa  itu.
b.      Dengan mengkontrakan bahasa  pertama dengan bahasa  yang akan dipelajari bisa meramalkan dan mendeskripsikan pola-pola yang akan menyebabkan kesulitandan kemudahan belajar bahasa.
c.       Perubahan yang harus terjadi pada tingkah laku seseorang yang belajar bahasa  asing bisa disamakan dengan perbedaan antar struktur bahasa  dan budaya murid dengan struktur bahasa  dan budaya yang akan dipelajari.[3] 
Analisis kontrastif menjadi semakin populer setelah muncul karya Lado (1959) yang berjudul Lingusitik A Cross Culture yang menguraikan secara panjang lebar mengenai cara-cara mengkontraskan dua bahasa. Buku tersebut berisi uraian analisis kontrastif antara bahasa  Inggris dengan bahasa  Spanyol, dengan suplemen contoh-contoh lain dari bahasa  Cina, Muangthai dan sebagainya. Lado menganjurkan agar pengkontrasan itu dilakukan terhadap fonologi, struktur gramatikal, kosa kata serta sistem penulisan. 

3. LATAR BELAKANG SEJARAH
Para ahli linguistik struktural memperkenalkan suatu saran untuk menolong para guru bahasa  asing agar bisa menangani kesalahan-kesalahan atau kesulitan yang dialami siswa yang sedang mempelajari bahasa  asing (B) yang disebabkan oleh adanya perbedaan fonetik maupun gramatikal antara B1 dan B2. Oleh karena itu, para guru B2 harus menguasai benar sistem-sistem fonologi, morfologi, dan sintaksis B2, agar bisa dibandingkan butir demi butir dengan sistem-sistem yang serupa dalam B1. Studi seperti ini biasanya disebut analisis kontrastif.
Asal mula analisis kontrastif bisa ditelusuri pada abad ke-18 ketika William Jones membandingkan bahasa-bahasa  Yunani dan Latin dengan bahasa  Sanskrit. Ia menemukan banyak persamaan yang sistematis antara bahasa-bahasa  itu. Dalam abad ke-19 makin banyak penelitian mengenai perbandingan antara bahasa-bahasa. Pada waktu itu yang ditekankan ialah hubungan-hubungan fonologi dan evaluasi fonologi. Studi ini tidak dinamakan “analisis kontrastif”, tetapi “studi perbandingan bahasa ”. Dalam pertengahan abad ke-20, ketika psikologi behaviorisme dan linguistik struktural masih pada puncak kejayaannya, hipotesis analisis kontrastif mula-mula menbisa perhatian umum dengan munculnya buku Lado (1957) yang berisi suatu pernyataan dalam prakatanya sebagai berikut :
“Rencana buku ini berdasarkan asumsi bahwa kita bisa meramalkan dan menguraikan struktur-struktur B2 yang akan menyebabkan kesulitan dalam pelajaran, dan struktur-struktur yang tidak akan menyebabkan kesulitan, dengan : membandingkan secara sistematis bahasa  dan budaya B2 dengan bahasa  dan budaya B1”.[4]
Kemudian Lado meneruskan bahwa dalam perbandingan antara B2 dan B1 itulah letak kunci yang akan menentukan mudah tidaknya pelajaran B2. unsur-unsur yang sama antara B2 dan B1 akan mudah bagi pelajar, sedangkan unsur-unsur yang berlainan akan sulit baginya.
Jadi kalau studi perbandingan dikerjakan antara dua bahasa  (B1 dan B2), semua persamaan dan perbedaan itu akan tampak. Sesudah itu orang bisa meramalkan kesulitan-kesulitan yang akan dialami oleh pelajar B2. Karena ini akan meliputi perbedaan-perbedaan antara B2 dan B1, sedang orang tidak akan mengharapkan problem apa-apa kalau ada persamaan-persamaan antara B2 dan B1. Buku Lado tersebut dianggap sebagai permulaan dari Ilmu Linguistik Kontrastif Modern.

4. HIPOTESIS ANALISIS KONTRASTIF
Perbandingan struktur antara dua bahasa  B1 dan B2 yang akan dipelajari oleh siswa menghasilkan identifikasi perbedaan antara kedua bahasa  tersebut. Perbedaan antara dua bahasa  merupakan dasar untuk memperkirakan butir-butir yang menimbulkan kesulitan belajar bahasa  dan kesalahan yang akan dihadapi oleh siswa. Dari sinilah dijabarkan hipotesis analisis kontrastif.
Dalam perkembangannya kita mengenal dua versi hipotesis analisis kontrastif, hipotesis bentuk kuat menyatakan bahwa “Semua kesalahan dalam B2 bisa diramalkan dengan mengidentifikasi perbedaan antara B1 dan B2 yang dipelajari oleh para siswa. Sedangkan hipotesis bentuk lemah menyatakan bahwa analisis kontrastif hanyalah bersifat diagnostik belaka. Karena itu analisis kontrastif dan analisis kesalahan harus saling melengkapi. Anakes mengidentifikasi kesalahan di dalam korpus bahasa  siswa, kemudian analisis kontrastif menetapkan kesalahan mana yang termasuk ke dalam kategori yang disebabkan oleh perbedaan B1 dan B2. Hipotesis bentuk kuat ini didasarkan kepada asumsi-asumsi berikut ini :
1.      Penyebab utama atau penyebab tunggal kesulitan belajar dan kesalahan dalam pengajaran asing adalah interferensi bahasa ibu.
2.      Kesulitan belajar itu sebagian atau seluruhnya disebabkan oleh perbedaan B1 dan B2.
3.      Semakin besar perbedaan antara B1 dan B2 semakin akut atau gawat kesulitan belajar.
4.      Hasil perbandingan antara B1 dan B2 diperlukan untuk meramalkan kesulitan dan kesalahan yang akan terjadi dalam belajar bahasa asing.
5.      Bahan pengajaran bisa ditentukan secara tepat dengan membandingkan kedua bahasa itu, kemudian dikurangi dengan bagian yang sama, sehingga apa yang harus dipelajari oleh siswa adalah sejumlah perbedaan yang disusun berdasarkan kontrastif.



[1] Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa, (Bandung: Angkasa, 1990), h. 59.
[2] Pranowo, Analisis Pengajaran Bahasa, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press), h. 42.
[3] Ibid., h. 42
[4] J. Daniel Parera, Linguistik Edukasional, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1997), h. 107.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar